Selasa, 16 Mei 2017

SEORANG MAHASISWA DIMEDAN MENGHINA NABI MUHAMMAD S.A.W TELAH DITANGKAP! Baca selengkapnya...



DOMINO206.COM, MEDAN - Setelah sebelumnya polisi menangkap dan menahan seorang pengusaha bernama Anthony Hutapea karena kasus penistaan agama di Medan, kali ini Polrestabes Medan kembali menangkap seorang diduga penista agama.
Dia adalah seorang mahasiswa Jurusan Teknik Universitas Negeri Medan (Unimed) yang diduga pemilik akun Facebook bernama Bangun Prima Ekapersada.
Melalui akun Facebook-nya, ia melakukan chat dengan seseorang dan menyebut "B***ng Inamma Mahammad saw".
Baca: Pasal Penistaan Agama Ingin Diganti, DPR Usulkan Lewat Perpu
Pernyataan ini dianggap menghina Nabi Muhammad S.A.W dan dilaporkan ke Polrestabes Medan.
Yang bersangkutan diamankan di sebuah rumah kos-kosan yang berada di seputaran Jalan Pancing, Medan.
"Sekarang masih dalam pemeriksaan. Sudah diamankan dini hari tadi," kata Kapolrestabes Medan, Kombes Sandi Nugroho, kepada wartawan, Selasa (16/5/2017) sore.
Namun, Sandi belum bisa menjelaskan secara detail duduk perkara kasus ini.

KLIK DISINI DAN JOIN SEKARANG^^

Sebab, mahasiswa dimaksud masih menjalani pemeriksaan di ruang penyidik yang ada di lantai dua Satreskrim Polrestabes Medan.
Di media sosial khususnya Facebook, beberapa orang sempat meng-capture ucapan Bangun Prima.
Dengan menggunakan bahasa daerah, remaja ini dianggap menghina Nabi Muhammad.
Ads by AdAsia

Klik untuk info lebih lanjut!
You can close Ad in {5} s
Adapun beberapa orang yang sempat men-share capture ucapan Bangun di antaranya akun Facebook Ade Lesmana pada 14 Mei 2017 pukul 20.44.
Kemudian, postingan Facebook Ade Lesmana itu dishare kembali oleh akun Facebook bernama Farid Achyadi Siregar pada hari yang sama namun pukul 21.14 WIB.
Kasus Penistaan Agama
Terkait penistaan agama, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto mengatakan pihaknya akan mengkaji Pasal 156 dan 156 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terkait penodaan agama.
“Ya ini pasal yang tentu apapun yang menjadi persoalan-persoalan DPR akan terus mengkaji hal-hal yang memang bertentangan,” ujar Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/5/2017) lalu.
Pernyataan Novanto tersebut menanggapi adanya pernyataan dari kalangan lokal, bahkan internasional bahwa pasal penodaan agama mengancam demokrasi di Indonesia.
“Yang penting bagi Indonesia adalah mengenai kebebasan ini diatur sebaik-baiknya. Dan ini adalah negara demokrasi dan tentu kita harapkan semuanya bisa berjalan dengan apa yang dikehendaki,” kata Novanto.

KLIK DISINI DAN JOIN SEKARANG^^ 

Sebelumnya, Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi (Gema Demokrasi) menilai pemerintahan Presiden Jokowi sudah melecehkan demokrasi dan keadilan lewat rentetan peristiwa yang terjadi belakangan ini.
Pemerintahan Joko Widodo dianggap tunduk pada kekerasan dan tekanan massa dalam menegakkan hukum.
“Saat negara tidak lagi tunduk dan taat pada prinsip rule of law pada saat yang sama negara sedang menghancurkan bangunan demokrasi yang ada,” ujar salah satu aktivis Gema Demokrasi, Pratiwi Febry, dalam keterangan tertulis, Rabu (10/5/2017).

Gerakan yang diikuti lebih dari 80 organisasi masyarakat ini mengecam tiga tindakan yang dianggap melecehkan demokrasi dan bentuk ketidakadilan.
Pertama terkait penjatuhan vonis terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Dalam kasus Basuki alias Ahok, Gema Demokrasi menilai bahwa pasal penistaan agama yang digunakan hakim adalah pasal anti-demokrasi yang tidak lagi kontekstual untuk diimplementasikan pada negara demokrasi seperti Indonesia.
Mereka beralasan pasal 156 a KUHP ini lahir di masa demokrasi terpimpin yang anti-demokrasi dan dianggap pasal karet yang tidak memenuhi asas lex certa dan lex scripta dalam asas legalitas pada hukum pidana.
“Hal tersebut mengakibatkan penafsiran terhadap pemenuhan unsur-unsur pasal sangat subyektif dan akhirnya melahirkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Pasal penodaan agama kerap dijadikan alat represi kelompok mayoritas kepada minoritas. Pola yang sama kerap terjadi sejak aturan itu berlaku yaitu berupa tekanan massa pada setiap penggunaan pasal penodaan agama.
“Sehingga putusan peradilan tidak lagi mengacu pada hukum yang objektif dan imparsial melainkan tunduk pada tekanan massa (rule by mob/mobokrasi),” tuturnya.

                                                KLIK DISINI DAN JOIN SEKARANG^^



Tidak ada komentar:

Posting Komentar